Aceh Timur, majalahglobal.com – 20 April 2024

Masa Jabatan kepada desa (Keuchik) selama 8 ahun untuk satu periode dinilai terlalu lama, bahkan dapat mempersempit ruang untuk masyarakat lainya berkarya dalam membangun desa.

“Masa jabatan Kades 8 tahun untuk satu periode perlu dievaluasi kembali, harus ada regenerasi di masyarakat desa, karena kesempatan untuk terlibat dalam demokrasi pemilihan Keuchik langsung (Pilchiksung) selalu disambut antusias oleh masyarakat, bahkan tak sedikit putra putri terbaik di desa, mereka ingin terlibat untuk membangun Gampong,” kata Ketua Forum Masyarakat Aceh Transparansi (ForMAT) Mahyuddin Kubar.

Mantan ketua DPC APDESI Aceh Timur ini juga menilai, sesuatu permintaan yang bersifat lebih itu wajar, apalagi di alam demokrasi penyampaian aspirasi, kritikan dan saran itu hal yang wajar bila disampaikan.

“Seperti permintaan tambahan uang jajan untuk anak kita di rumah, namun kita sebagai orang tua harus pandai memprioritaskan, dan mesti bersifat adil bagi kepentingan lainnya,” sebut Pak Geuchik sapaan akrab Mahyuddin Kubar, Sabtu (20/4/2024).

Mahyuddin menambahkan, baru baru ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi UU.

Pengesahan ini dilaksanakan pada Rapat Paripurna ke-14 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (28/3/2024) lalu.

Banyak Kepada Desa (Kades) yang menyambut dengan gegap gempita keputusan itu, karena aspirasi yang disampaikan oleh sejumlah Kades yang hampir memasuki masa purna tugasnya dianggap akan kembali dapat bertugas dengan tambahan masa kerja dua tahun lagi.

Pengesahan ini tentu disambut positif oleh para Kades yang sedang menjabat, tak terkecuali di Provinsi Aceh. Mereka yang merasa hampir purna tugas juga turut meminta agar DPRA melakukan revisi undang-undang pemerintahan Aceh (UU PA), agar disingkronkan dengan kebijakan yang telah diputuskan oleh DPR RI.

DPR RI telah menerima aspirasi Asosiasi Kepala Desa dan Perangkat Desa yang menginginkan adanya revisi UU Desa.

Salah satu poin krusial yang disepakati dalam Pengambilan Keputusan Tingkat 1 Rapat Panitia Kerja (Panja) Baleg DPR RI bersama Mendagri yakni terkait masa jabatan Kepala Desa menjadi 8 tahun dan dapat dipilih paling banyak untuk 2 kali masa jabatan.

Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 39 terkait masa jabatan Kepala Desa menjadi 8 tahun dan dapat dipilih paling banyak untuk 2 kali masa jabatan.

Sejumlah pihak justeru menilai masa jabatan Kades selama delapan tahun terlalu lalu, bahkan dapat menghambat regenerasi di tengah masyarakat desa.

Penilaian ini disampaikan oleh Ketua ForMAT Mahyuddin Kubar, yang juga sebagai anggota Presidium Korps Alumni HMI (KAHMI) Aceh Timur. Menurutnya, desa merupakan tempat berkaryanya putra putri terbaik dalam membangun bangsa, yakni berkarya dalam pemerintahan desa.

Untuk itu tambahnya, perlu diberi ruang bagi mereka, tentunya dengan membatasi masa kerja kepala desa cukup dengan 6 tahun, apa lagi hal itu telah tertuang dalam Undang-undang Pemerintah Aceh nomor 11 tahun 2006.

“UUPA merupakan lex spesialis, untuk merubahnya DPRA harus melakukan pengkajian mendalam, dan mesti menyaring semua aspirasi, terutama elemen masyarakat desa, serta butuh kajian mendalam sehingga penambahan masa jabatan dalam waktu yang lama itu urgen atau tidak,” tandasnya.

Begitupun, dengan batas waktu itu, masyarakat dapat menilai progres capaian kinerja kepada desa, jika kepemimpinannya dan kebijakan dalam membangun desa itu bagus maka, kepada desa tentu akan dipilih kembali pada pemilihan kali kedua. Namun jika kepada desanya tak becus, korupsi, kolusi dan praktek nepotisme yang dijalankan, tentu masyarakat tidak akan menunggu lama dan tidak dipertontonkan selama 8 tahun.

Dengan membatasi masa kerja juga terbuka ruang untuk masyarakat lainnya yang akan mengikuti pencalonan, jika pejabat yang lama dianggap mampu tentu masyarakat akan memilihnya kembali, dan bukan dengan cara ‘membajak’ masa kerja ditengah jalan.

“DPRA mesti melakukan pengkajian yang mendalam, dan harus mengevaluasinya kembali. Masa jabatan itu untuk 8 tahun diminta oleh masyarakat atau mereka yang sedang menjabat, ini mesti dilakukan survei ketengah masyarakat. Jangan sampai sesuatu yang baik akan menjadi mudharat dikemudian hari,” sebut.

Meskipun begitu Mahyuddin turut merespon positif langkah dan upaya para kepala desa yang sedang menjabat, berjuang memperjuangkan aspirasi. “Dalam berdemokrasi undang-undang juga menjamin hak mengemukakan pendapat dimuka umum, begitupun aspirasi para Kades yang disampaikan untuk DPRA masih dalam kewajaran,” pungkasnya.

Raja tim 86

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan